Padang, Sumbaropini
Pemerintah Indonesia secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Rahmah El Yunusiyah, tokoh perempuan pendiri Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang. Penganugerahan ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025).
Nama Rahmah El Yunusiyah kini resmi sejajar dengan para pejuang bangsa yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok perempuan asal Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar) ini dikenal sebagai pelopor pendidikan Islam bagi perempuan dan pendiri lembaga pendidikan Islam modern pertama di Asia Tenggara khusus bagi santri putri.
Perintis Pendidikan Perempuan
Rahmah El Yunusiyah menggagas berdirinya Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang pada 1 November 1923. Langkah itu lahir dari kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan yang kala itu masih terbelenggu tradisi dan minim kesempatan memperoleh pendidikan.Ia mendobrak pandangan lama bahwa perempuan cukup berdiam di rumah. Bagi Rahmah, perempuan harus memperoleh hak belajar yang setara dengan laki-laki agar mampu berkontribusi dalam kehidupan sosial, keluarga, dan pembangunan bangsa
Prinsip pendidikannya berpijak pada nilai Islam dan filosofi yang kuat: “Mendidik seorang laki-laki berarti mendidik satu orang manusia, tetapi mendidik seorang perempuan berarti mendidik satu keluarga.”
Dengan filosofi itu, Rahmah menekankan pentingnya membentuk perempuan berjiwa Islami, cerdas, aktif, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial. Tujuan pendidikan Diniyyah Puteri ialah melahirkan ibu pendidik yang berilmu dan mampu menebar manfaat bagi masyarakat dan tanah air.
Didikan Ulama Besar dan Jiwa Pejuang
Kepribadian Rahmah dibentuk oleh kakaknya, Zainuddin Labay El Yunusy, pendiri Diniyyah School, dan gurunya, Abdul Karim Amrullah, seorang ulama besar di Minangkabau. Sejak muda, Rahmah menunjukkan kegigihan dan keteguhan hati untuk memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan.
Selama hidupnya, ia tetap menjaga jati diri sebagai muslimat yang taat dan berperan aktif dalam pergerakan sosial. Pada masa revolusi kemerdekaan 1945, Rahmah turut terjun langsung ke medan perjuangan. Ia dipercaya menjadi Bundo Kanduang bagi barisan Sabilillah dan Hizbullah di Sumatera Barat, yang berperan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di tengah perjuangan fisik, Perguruan Diniyyah Puteri juga ikut menyumbang tenaga dan sumber daya untuk mendukung perjuangan bangsa. Sekolah tersebut bahkan menolak menerima subsidi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda karena ingin menjaga kemandirian dan martabat lembaganya. Sikap itu menunjukkan prinsip berdikari yang sama dengan semangat Taman Siswa di Yogyakarta.
Menginspirasi Dunia Islam
Nama Rahmah El Yunusiyah tak hanya harum di tanah air, tetapi juga di dunia Islam internasional. Pada tahun 1955, Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, berkunjung ke Indonesia dan meninjau langsung Diniyyah Puteri Padang Panjang.
Kunjungan itu meninggalkan kesan mendalam. Saat itu, di Mesir bahkan belum ada lembaga pendidikan khusus perempuan. Kagum terhadap sistem pendidikan Diniyyah Puteri, Al-Azhar kemudian mengundang Rahmah ke Kairo untuk memaparkan pengalamannya membangun pendidikan Islam di Indonesia.
Sebagai bentuk penghargaan, Rahmah El Yunusiyah dianugerahi gelar kehormatan “Syaikhah”, menjadikannya ulama perempuan pertama dari luar Mesir yang mendapat kehormatan tersebut.
Pengaruhnya begitu besar hingga menginspirasi berdirinya Kulliyatul Banat, fakultas khusus perempuan di Universitas Al-Azhar Kairo. Tiga tahun kemudian, pada 1958, alumni Diniyyah Puteri seperti Isnaniyah Saleh dan Zakiah Daradjat menjadi mahasiswa pertama asal Indonesia yang memperoleh beasiswa ke Universitas Al-Azhar.
Warisan yang Terus Hidup
Rahmah El Yunusiyah wafat pada 26 Februari 1969, bertepatan dengan malam takbiran Idul Adha di Padang Panjang. Ia meninggalkan warisan besar dalam bidang pendidikan dan perjuangan perempuan. Rumah kediamannya kini menjadi Museum Rahmah El Yunusiyah, tempat masyarakat belajar mengenang perjuangan dan gagasannya.
Salah satu cita-cita Rahmah yang belum sempat terwujud adalah mendirikan rumah sakit khusus perempuan, yang diimpikannya sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan kaum ibu.
Diniyyah Puteri Kini: Pusat Pendidikan Islam Modern
Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang terus berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Indonesia. Lembaga ini kini mengelola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS), Madrasah Tsanawiyyah Swasta (MTS), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah Swasta Kulliyatul Mu’allimat El Islamiyyah, hingga Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).
Kurikulum Diniyyah Puteri memadukan ajaran agama Islam, pelajaran umum, bahasa Arab, dan keterampilan praktis. Sistemnya mengombinasikan kurikulum Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta kurikulum lokal khas Diniyyah Puteri.
Visi perguruan ini adalah menjadi pusat pendidikan Islam modern berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis yang mampu menghasilkan karya di kancah global. Adapun misinya meliputi:
- Mengembangkan pusat keunggulan pengetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.
- Mencetak sumber daya manusia berakhlak mulia dan berdaya saing global.
- Mengelola kegiatan usaha secara profesional menuju kemandirian lembaga.
Warisan Budaya dan Inspirasi Emansipasi
Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, Diniyyah Puteri juga meninggalkan pengaruh budaya yang kuat. Gaya busana santrinya — yang dikenal dengan “kerudung Kak Amah” — pernah menjadi tren busana muslimah di Sumatera Barat dan menjadi cikal bakal model jilbab pelajar di era modern.
Kontribusi Rahmah El Yunusiyah melampaui sekadar perjuangan pendidikan. Ia adalah pelopor emansipasi perempuan dalam pendidikan Islam, jauh sebelum wacana kesetaraan gender populer di Indonesia. Rahmah memandang bahwa perempuan yang berpendidikan bukan hanya mencerdaskan dirinya, tetapi juga menjadi tiang peradaban dalam keluarga dan masyarakat.
Setiap peringatan Hari Pendidikan Nasional, bangsa Indonesia patut mengenang jasa Rahmah El Yunusiyah — srikandi dari Minangkabau yang membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk menuntut ilmu.
Jejak yang Abadi dalam Sejarah Pendidikan Indonesia
Kebesaran dunia pendidikan Islam di Sumatera Barat pada awal abad ke-20 — melalui ikon seperti Thawalib Padang Panjang, Diniyyah Puteri, dan Sekolah Adabiah Padang — dapat disejajarkan dengan Taman Siswa di Yogyakarta yang berdiri tahun 1922.
Warisan Rahmah El Yunusiyah adalah mutiara dalam sejarah pendidikan Islam Indonesia. Ia bukan sekadar tokoh lokal, tetapi pilar kebangkitan intelektual perempuan di Nusantara. Perjuangannya membuktikan bahwa pendidikan yang berakar pada nilai-nilai keislaman mampu melahirkan generasi yang berdaya dan berakhlak mulia.

